# SPILAN^SPILUN : Menspill Peristiwa Puzzle Kehidupan
Menspill # Fenomena pelaporan kepala sekolah oleh orang tua murid di SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, membuka mata kita bahwa makna Wiyatamandala sebagai kawasan pendidikan yang suci dan berwibawa mulai tergerus oleh cara pandang yang sempit terhadap dunia pendidikan.
Sekolah bukan sekadar bangunan tempat belajar. Ia adalah kawasan suci bernama Wiyatamandala, sebuah istilah luhur dalam dunia pendidikan yang menegaskan bahwa sekolah merupakan tempat pembentukan akhlak, disiplin, dan karakter.
Dalam Wiyatamandala, setiap unsur yang ada di dalamnya baik siswa, pendidik, maupun orang tua memiliki peran penting dan tanggung jawab moral untuk menjaga kehormatan lingkungan pendidikan agar tetap berwibawa dan bernilai.
Sekolah Adalah Kawasan Pembentukan Diri
Bagi siswa, Wiyatamandala berarti tempat menempa diri dan belajar menjadi manusia berkarakter.
Sekolah adalah rumah kedua, tempat belajar bukan hanya membaca dan menulis, tetapi juga berlatih disiplin, menghormati guru, menaati tata tertib, dan menjauhi perilaku tercela seperti merokok, berbohong, atau berkelahi.
Setiap teguran guru sejatinya bukan bentuk hukuman, melainkan panggilan kasih dari seorang pendidik yang ingin membimbing agar muridnya tumbuh dengan benar. Dalam filosofi Wiyatamandala, guru adalah pengawal moral yang menuntun generasi muda untuk menjadi manusia berilmu sekaligus beradab.
Guru Adalah Penjaga Wibawa dan Nilai Sekolah
Wiyatamandala juga memberi makna mendalam bagi pendidik. Seorang guru bukan sekadar pengajar mata pelajaran, melainkan penjaga nilai-nilai luhur pendidikan.
Guru dituntut untuk menegakkan disiplin dengan kasih sayang, mengajarkan kebenaran dengan keteladanan, dan menjaga agar lingkungan sekolah tetap bersih dari pengaruh buruk luar sekolah.
Kepala sekolah dan guru berhak menegur, mengingatkan, dan membina siswa yang melanggar aturan — selama dilakukan dalam koridor etika dan pendidikan. Menegakkan tata tertib bukan kekerasan, melainkan panggilan tanggung jawab.
Ketegasan guru sejatinya adalah pagar moral agar kawasan Wiyatamandala tidak kehilangan wibawanya.
Baca Juga : Apa Makna Peribahasa “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”
Sekolah Adalah Mitra, Bukan Lawan
Sayangnya, banyak orang tua kini belum memahami sepenuhnya makna Wiyatamandala.
Ketika anak ditegur guru karena melanggar aturan, sebagian justru terburu-buru bereaksi negatif, bahkan membawa persoalan ke ranah hukum. Padahal, dalam prinsip Wiyatamandala, sekolah dan orang tua adalah dua tangan yang saling menggenggam untuk membentuk anak menjadi manusia yang berkarakter.
Kasus di SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, misalnya, menjadi cermin bahwa pemahaman ini mulai luntur.
Seorang kepala sekolah yang menegur siswa karena merokok di lingkungan sekolah justru dilaporkan ke polisi oleh orang tua murid.
Limbong menyebut, laporan dibuat oleh orangtua murid pada Jumat (10/10/2025) dan kini masih dalam penyelidikan.
Orang tua perlu memahami bahwa ketika anak berada di sekolah, ia sedang berada dalam lingkungan pendidikan yang memiliki aturan dan norma tersendiri.
Menegur bukan berarti menyakiti, mendidik bukan berarti menindas. Guru adalah sahabat yang menjaga masa depan anak, bukan musuh yang harus dilawan.
Wiyatamandala adalah roh pendidikan, tempat ilmu dan moral tumbuh berdampingan.
Jika siswa taat, guru berwibawa, dan orang tua memahami peran, maka sekolah akan menjadi taman belajar yang harmonis dan penuh kasih.
Namun jika satu saja unsur itu goyah, maka Wiyatamandala kehilangan maknanya.
Sudah saatnya seluruh pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat bersatu menjaga kesucian Wiyatamandala.
Karena di situlah masa depan bangsa ditempa, bukan hanya dengan ilmu, tetapi juga dengan budi pekerti dan rasa hormat.
Oleh : Tosu – Toto Suranto
Kreatif Media dan Citizen Journalism







