Example floating
PETERNAKAN & PERIKANAN

Protes Nelayan Indramayu : VMS Dinilai Tak Sejalan dengan Kebutuhan Ekonomi Nelayan Kecil

207
×

Protes Nelayan Indramayu : VMS Dinilai Tak Sejalan dengan Kebutuhan Ekonomi Nelayan Kecil

Sebarkan artikel ini
Example 970 x200

Protes Meluas dari Nelayan Tradisional: VMS Dinilai Membebani dan Tidak Sejalan dengan Kebutuhan Sektor Perikanan Kecil

Indramayu, Rabu 16/4/2025, Ratusan nelayan cumi yang tergabung dalam Serikat Nelayan Cumi (SNC) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Indramayu, Jawa Barat. Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap kebijakan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP), yang dikenal juga dengan sebutan Vessel Monitoring System (VMS), yang mewajibkan seluruh kapal perikanan untuk memasang alat pemantau.

Aturan yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor B.2403/MEN-KP/XII/2024 tersebut mengharuskan kapal-kapal perikanan yang beroperasi pada tahun 2024 untuk mengaktifkan alat VMS sebagai bagian dari transisi menuju sistem penangkapan ikan yang lebih terukur dan berbasis teknologi. Namun, kebijakan ini mendapat penolakan keras dari nelayan kecil yang merasa terbebani oleh biaya pemasangan dan pajak tahunan alat tersebut.

Kebijakan VMS: Antara Perlindungan Sumber Daya Laut dan Beban Ekonomi Nelayan Kecil

Sementara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memandang VMS sebagai alat penting untuk mengelola sumber daya laut secara berkelanjutan dan mencegah praktik penangkapan ikan ilegal, nelayan kecil merasa bahwa kebijakan tersebut malah memberatkan mereka. Roedi, Ketua Umum SNC, dalam orasinya menyampaikan bahwa aturan ini akan sangat membebani nelayan kecil yang tidak memiliki dana lebih untuk menanggung biaya pemasangan alat dan pajak tahunan.

“Kami bukan menolak pengawasan, tetapi kami tidak sanggup menanggung biaya tambahan yang justru akan membunuh daya saing nelayan kecil. Harusnya pemerintah bisa membantu, bukan malah menambah kesulitan, kata Roedi.

Tuntutan Nelayan: Menuntut Kebijakan yang Lebih Adil dan Berpihak pada Nelayan Kecil

Melalui aksi damai tersebut, SNC menyampaikan lima tuntutan utama kepada pemerintah:

  1. Menolak pemasangan SPKP (VMS) karena seluruh biayanya dibebankan kepada nelayan.

  2. Menolak VMS yang dianggap tidak memberikan manfaat langsung bagi nelayan.

  3. Menilai VMS hanya menambah beban operasional nelayan kecil.

  4. Meminta KKP mencabut aturan wajib pemasangan SPKP untuk kapal dengan kapasitas di bawah 30 GT.

  5. Mendesak PSDKP tetap memberikan izin berlayar tanpa dikaitkan dengan pemasangan SPKP.

Tuntutan ini mencerminkan keresahan mendalam nelayan yang merasa tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan terkait kebijakan yang mempengaruhi hidup mereka secara langsung.

Seruan Dialog: “Kami Berjuang untuk Hak Hidup Kami di Laut”

Luky Muchtar, Koordinator Aksi SNC, menegaskan bahwa gerakan ini lebih dari sekadar unjuk rasa; ini adalah seruan agar pemerintah mendengar suara nelayan kecil yang semakin terpinggirkan oleh kebijakan yang tidak sensitif terhadap realitas di lapangan.

“Kami turun ke jalan bukan untuk melawan, tapi untuk menyampaikan suara nelayan kecil yang semakin terpinggirkan. Tujuan kami sederhana: ingin didengar dan diajak bicara sebelum aturan diberlakukan. Kami ingin pemerintah hadir sebagai mitra, bukan hanya sebagai regulator,” ujar Luky.

Ia juga menekankan bahwa penggunaan teknologi seperti VMS harus disesuaikan dengan realitas di lapangan. Jika tidak, justru akan menciptakan ketimpangan baru dalam sektor perikanan.

“Kalau tujuannya untuk pengawasan, kami setuju. Tapi bukan begini caranya. Harus ada keadilan. Kami ingin solusi, bukan hukuman,” tegasnya.

Dialog dan Audensi dengan KKP: Mencari Titik Temu untuk Masa Depan Perikanan Indonesia

Setelah aksi damai, perwakilan nelayan melanjutkan perjuangan mereka melalui audensi dengan pihak KKP Cirebon pada Selasa (15/4). Dalam pertemuan tersebut, para nelayan kembali menekankan keberatan mereka atas kebijakan VMS, terutama terkait dengan biaya pemasangan dan pajak tahunan yang dianggap tidak realistis untuk nelayan dengan kapal kecil.

Pihak KKP Cirebon yang hadir dalam audensi menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengelola sumber daya laut secara berkelanjutan dan memastikan bahwa hanya kapal yang sesuai dengan standar yang diizinkan untuk menangkap ikan. Mereka juga mengingatkan bahwa teknologi seperti VMS diperlukan untuk memerangi penangkapan ikan ilegal yang merugikan seluruh ekosistem laut Indonesia.

“Kami memahami kekhawatiran nelayan, dan kami berkomitmen untuk terus berkomunikasi agar kebijakan ini tidak malah merugikan nelayan kecil. Kami berharap ada solusi yang dapat menjaga keseimbangan antara perlindungan sumber daya laut dan keberlanjutan hidup nelayan tradisional,” ungkap seorang pejabat KKP yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Pengelolaan Laut dan Keberlanjutan Nelayan Tradisional

Tuntutan yang disampaikan oleh Serikat Nelayan Cumi ini menunjukkan ketegangan yang semakin meningkat antara pengelolaan sumber daya laut yang semakin mengarah ke teknologi dan kebutuhan nelayan tradisional yang bergantung pada cara-cara yang lebih sederhana. Penerapan kebijakan seperti VMS harus mencakup aspek partisipatif, yang tidak hanya mengutamakan sisi teknologi, tetapi juga memperhatikan kemampuan dan kebutuhan nelayan kecil yang selama ini menjadi tulang punggung sektor perikanan Indonesia.

Di tengah upaya pemerintah untuk memastikan pengelolaan laut yang lebih tertib dan berkelanjutan, protes dari nelayan ini harus menjadi bahan evaluasi serius bagi para pembuat kebijakan di pusat agar kebijakan perikanan Indonesia tetap inklusif dan berpihak pada kelompok nelayan tradisional.

Harapan untuk Kebijakan yang Lebih Adil

Aksi protes nelayan cumi ini menunjukkan bahwa kebijakan perikanan yang bersifat top-down tanpa memperhatikan realitas di lapangan justru dapat memicu ketegangan antara pemerintah dan masyarakat. Dialog yang terbuka dan partisipatif antara pemerintah dan nelayan kecil akan sangat penting untuk menciptakan kebijakan yang lebih adil dan berpihak pada mereka yang benar-benar bergantung pada laut. Sebuah solusi yang mengakomodasi kepentingan nelayan kecil serta kebutuhan pengelolaan laut yang berkelanjutan sangat diharapkan agar Indonesia dapat menjaga keberlanjutan sektor perikanannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!