Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Indramayu Hadirkan Solusi Mengatasi Kekeringan Persawahan dengan Sumur Bor, Irpom, dan Pompanisasi

Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Indramayu Hadirkan Solusi Mengatasi Kekeringan Persawahan dengan Sumur Bor, Irpom, dan Pompanisasi

Komentar
X
Bagikan

INDRAMAYU – Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Indramayu meluncurkan serangkaian upaya untuk mengatasi kekeringan di areal persawahan dengan membangun sumur bor, irigasi perpompaan (Irpom), dan pompanisasi. Langkah ini diambil untuk memastikan ketersediaan air bagi pertanian yang terancam oleh kondisi kekeringan ekstrem.

Plt. Kepala DKPP Kabupaten Indramayu, Sugeng Heryanto, melalui Kabid Tanaman Pangan, H. Imam Mahdi, menjelaskan bahwa sumur bor dan irpom adalah solusi utama untuk mengatasi kekeringan, khususnya di sawah tadah hujan (STH). Namun, solusi ini juga dapat digunakan untuk lahan sawah irigasi teknis yang tidak mendapatkan air secara kontinu. Pompanisasi, yang memanfaatkan air permukaan, juga diterapkan untuk mendukung irigasi.

“Program pembangunan sumur bor, irpom, dan pompanisasi ini terlaksana berkat kepedulian Bupati Indramayu, Ibu Hj. Nina Agustina, dalam mendukung daerah lumbung padi kita,” ujar Imam Mahdi baru-baru ini.

Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Indramayu Hadirkan Solusi Mengatasi Kekeringan Persawahan dengan Sumur Bor, Irpom, dan Pompanisasi

Detail Pembangunan dan Fungsionalitas: Sumur bor yang dibangun menggunakan sumber air tanah dangkal atau dalam (submersible) dengan pendanaan dari APBD dan DAK, berfungsi untuk mengalirkan air dari dalam tanah ke areal persawahan untuk berbagai tahap, dari persiapan tanah hingga panen. Sementara itu, sumur bor dan irpom dibangun di lahan STH di Kecamatan Gantar, Kroya, Terisi, Cikedung, dan lahan Perhutani dengan kedalaman bervariasi antara 0 hingga 60 meter.

Kondisi saat ini sangat ekstrem, dengan banyak areal persawahan mengalami kekeringan. Hal ini disebabkan oleh penundaan musim tanam (MT) II yang seharusnya mulai pada bulan Juli, karena MT I juga mundur dari jadwal. MT I yang dimulai pada bulan Maret, seharusnya dimulai pada bulan Desember hingga Maret, menyebabkan MT II berhadapan langsung dengan musim kemarau.

“Musim tanam (MT) II yang terpaksa dimulai pada bulan Juli berisiko tinggi bagi kelangsungan tanaman padi karena kekurangan air, terutama di daerah hilir,” jelas Imam.

Inovasi Pompanisasi: Pompanisasi, yang menggunakan sumber air permukaan seperti sungai, kini ditingkatkan dengan tambahan unit. Sebelumnya terdapat 799 unit yang tersebar di kelompok tani, kini jumlahnya meningkat menjadi 900 unit. Unit-unit ini dikelola dengan sistem brigade dan hibah, dengan 495 unit dikelola oleh Kodim 0616 dan sisanya oleh Dinas Pertanian serta kelompok tani.

Perbedaan Sumur Bor dan Irpom: Sumur bor dilengkapi dengan rumah pompa submersible namun tanpa bak penampung dan pipa. Irpom, sebaliknya, memiliki rumah pompa, pipa, dan bak penampung untuk distribusi air. Saat ini, terdapat 118 unit Irpom dan akan ditambah 126 titik, dengan target penyelesaian pada bulan November.

Tanggapan Terhadap Wilayah Kekeringan: Kecamatan Kandanghaur, yang sering mengalami kekeringan meski berada di daerah irigasi teknis, mengalami kekurangan air akibat sistem irigasi yang tidak menjangkau daerah hilir secara efektif. Hal ini menyebabkan petani Kandanghaur harus menggunakan pompa meskipun sering kehabisan air.

Rencana Masa Depan: Imam Mahdi menambahkan bahwa untuk musim tanam (MT) 2024-2025, akan diupayakan pola percepatan tanam sehingga MT I bisa dimulai pada bulan November dan MT II pada bulan April. Target percepatan ini diharapkan akan mendukung ketahanan pangan dan mengatasi masalah kekeringan yang berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *