Indramayu # Tradisi arak-arakan di tengah masyarakat sering dianggap sebagai bagian dari warisan budaya yang patut dilestarikan. Namun demikian, pelestarian budaya seharusnya tidak hanya menjaga nilai tradisi, tetapi juga memastikan dampak positif bagi kehidupan sosial.
Dari perspektif sosiologi hukum, masyarakat memang memandang arak-arakan sebagai bentuk ekspresi budaya. Akan tetapi, pelaksanaannya kerap kali bercampur dengan hal-hal yang bersifat mudharat, seperti konsumsi minuman keras dan perilaku mabuk-mabukan yang sering muncul dengan dalih “pesta kebahagiaan”.
Kebebasan Dibatasi Hak Orang Lain
Dalam konteks hukum sosial, kebebasan individu memiliki batas yakni ketika bersinggungan dengan hak orang lain. Saat arak-arakan dilakukan di jalan umum, kegiatan itu otomatis berpotensi mengganggu pengguna jalan lain.
“Bayangkan jika di tengah kemacetan arak-arakan ada mobil pemadam kebakaran atau ambulans yang membawa pasien gawat darurat. Ini sangat berisiko dan tidak bisa dianggap remeh,” ungkap salah satu tokoh masyarakat.
Kondisi seperti ini menjadi bahan refleksi bersama bahwa kegiatan budaya, meskipun penting bagi pelestarian tradisi, tetap harus memperhatikan aspek keselamatan dan kenyamanan publik.
Kegiatan arak-arakan yang menggunakan jalan fasilitas umum seharusnya berada dalam pengawasan ketat dan dilengkapi dengan izin resmi dari instansi terkait.
Audit dan evaluasi terhadap izin lalu lintas dan penggunaan jalan umum sangat diperlukan, agar pelaksanaan kegiatan tidak menimbulkan gesekan sosial. Pemerintah dan aparat keamanan perlu memperketat pengaturan ini demi terciptanya ketertiban dan kepastian hukum di masyarakat.
Komentar Penggiat Hukum: Budaya Harus Ditegakkan dengan Nilai Moral dan Ketertiban
Menanggapi fenomena tersebut, Ruslandi, SH., MH., penggiat hukum yang berkantor di Perumahan Shapire Regency Blok Ruko A2, Jalan Tentara Pelajar, Desa Kebulen, Kecamatan Jatibarang – Indramayu, menyampaikan pandangannya.
Menurutnya, pelestarian budaya adalah bagian dari identitas bangsa, namun tidak boleh lepas dari nilai hukum dan moralitas sosial.
“Hukum budaya di masyarakat harus ditegakkan secara konsisten. Para tokoh di tiap wilayah mesti berani menegur dan mengingatkan jika ada tradisi yang keluar dari nilai-nilai moral dan hukum sosial. Kegiatan budaya di ruang publik harus menghormati hak masyarakat lain, terutama dalam penggunaan jalan umum,” tegas Ruslandi ke iqronews.click
Lebih lanjut, ia menambahkan:
“Tujuan hukum bukan hanya menciptakan kepastian, tetapi juga menjaga ketertiban dan keharmonisan sosial. Budaya yang luhur harus menjadi sarana pendidikan moral dan alat pemersatu masyarakat, bukan pemicu gesekan.”
Dorongan untuk Pemerintah Daerah dan Aparat
Melalui kasus viral di wilayah Kecamatan Anjatan, masyarakat diharapkan semakin sadar bahwa tradisi tidak boleh dijadikan pembenaran atas perilaku yang melanggar hukum atau norma sosial.
Pemerintah daerah bersama aparat penegak perda diharapkan memperketat pengawasan peredaran minuman keras serta meninjau ulang aturan tentang hiburan dan kegiatan budaya di jalan umum.
Dengan langkah tersebut, tradisi lokal dapat terus hidup dan berkembang secara positif menjadi sumber nilai, kreativitas, serta ekonomi kerakyatan yang sehat dan beradab.
















