Indramayu, 13 /10/ 2025 # Sidang praperadilan antara Pemohon berinisial MI melawan Polres Indramayu cq. Unit IV PPA Satreskrim kembali ditunda oleh Pengadilan Negeri Indramayu. Penundaan ini disebabkan karena pihak Termohon, dalam hal ini Polres Indramayu, belum siap menyampaikan jawaban atas permohonan yang diajukan oleh kuasa hukum Pemohon dari Kantor Hukum Anas & Partners.
Tim kuasa hukum yang terdiri dari Muhammad Ainun Najib Surahman, S.H., LL.M., Anggi Saputra, S.H., LL.M., dan Yusuf Agung Purnama, S.H., M.H., menyampaikan kekecewaan atas ketidaksiapan pihak Termohon, yang dinilai mencederai semangat asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Kekecewaan Kuasa Hukum Pemohon
“Sidang sebelumnya ditunda karena Termohon tidak hadir. Kini hadir, tapi belum siap dengan jawaban. Ini menimbulkan kesan bahwa proses hukum tidak dijalankan secara profesional,” ungkap Muhammad Ainun Najib Surahman, ke iqronews.click.
Sementara itu, Anggi Saputra menegaskan bahwa waktu tiga minggu sejak diterimanya permohonan pada 22 September 2025 sudah cukup bagi pihak Polres untuk menyiapkan tanggapan hukum.
“Penundaan seperti ini justru memperlambat jalannya praperadilan dan mengurangi nilai keadilan bagi Pemohon,” ujarnya.
Kuasa hukum lainnya, Yusuf Agung Purnama, menduga ada indikasi penguluran waktu agar permohonan praperadilan dinyatakan gugur.
“Ada potensi upaya agar pokok perkara lebih dulu disidangkan. Jika itu terjadi, praperadilan otomatis gugur sesuai ketentuan KUHAP,” jelasnya.
Latar Belakang Perkara
Permohonan praperadilan ini diajukan MI sebagai bentuk keberatan terhadap tindakan penyidik Polres Indramayu Unit IV PPA Satreskrim yang dianggap tidak sesuai dengan hukum acara pidana. Pemohon menilai bahwa proses penyidikan dan penetapan status hukumnya perlu diuji secara hukum melalui mekanisme praperadilan.
Sebelumnya, sidang perdana juga tertunda karena ketidakhadiran Termohon. Dengan demikian, penundaan kali ini menjadi yang kedua kalinya dalam proses hukum tersebut.
Asas Peradilan Cepat dan Kepastian Hukum
Menurut ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf a KUHAP, praperadilan wajib diperiksa dan diputus paling lama tujuh hari sejak perkara mulai diperiksa. Aturan ini ditegaskan kembali dalam Pasal 2 ayat (4) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menjamin pelaksanaan peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Namun, penundaan berulang tanpa alasan hukum yang kuat dinilai dapat melanggar prinsip due process of law, serta mengancam hak Pemohon untuk memperoleh keadilan secara cepat.
Jika praktik penguluran waktu terus terjadi, fungsi praperadilan sebagai kontrol terhadap tindakan penyidik akan kehilangan maknanya.
Dalam hal ini, Majelis Hakim memiliki peran penting untuk memastikan agar praperadilan tetap menjadi sarana perlindungan hak asasi manusia, bukan sekadar formalitas hukum.
Penundaan sidang praperadilan MI terhadap Polres Indramayu memunculkan pertanyaan publik mengenai konsistensi penerapan asas peradilan cepat di Indonesia.
Sidang lanjutan dijadwalkan pada Selasa, 14 Oktober 2025, dan diharapkan menjadi momentum bagi Majelis Hakim untuk menegakkan keadilan, kepastian hukum, serta penghormatan terhadap hak konstitusional warga negara.
( # Rls. )
















