Example floating
WARGANET

Matahari Kembar di Dermayu : Antara Rumor dan Realitas

609
×

Matahari Kembar di Dermayu : Antara Rumor dan Realitas

Sebarkan artikel ini
Example 970 x200

Belakangan ruang publik Indramayu kembali diramaikan dengan isu yang disebut-sebut sebagai “matahari kembar”. Rumor ini berkembang luas, meski secara sains dalam tata surya kita tidak pernah ada penjelasan mengenai adanya matahari kembar. Namun, istilah ini tampaknya lebih bernuansa simbolik daripada astronomis—menggambarkan adanya dua pusat kekuasaan dalam satu langit pemerintahan.

Fenomena “matahari kembar” tentu menimbulkan pertanyaan serius. Jika benar terjadi, dampaknya luar biasa, terutama bagi arah kepemimpinan daerah. Sebab, yang akan menjadi korban adalah masyarakat, rakyat jelata yang dalam perumpamaan hanyalah penumpang kapal. Ketika nakhoda terpecah, maka kapal bisa kehilangan arah.

Menariknya, semakin rumor ini dibantah, publik justru semakin yakin bahwa ada sesuatu yang sedang tidak beres. Hal yang sama pernah terjadi sebelumnya saat kepemimpinan Bu Nina maupun Pak Lucky. Keduanya kala itu selalu menjawab, “saya baik-baik saja”. Namun pada akhirnya, masyarakat tidak bisa sepenuhnya dibohongi oleh panggung dan pencitraan yang disuguhkan.

Jika ditarik garis besar, masalah yang muncul sebenarnya berawal dari perbedaan pemikiran dan tujuan kepentingan lima tahun ke depan, yang dipicu oleh obsesi dan ambisi pribadi terlalu dini. Sesungguhnya hal semacam ini wajar, karena di daerah lain pun tak jarang gejolak serupa muncul, terutama di pertengahan atau menjelang akhir periode jabatan.

Yang menjadi persoalan adalah ketika gejolak itu muncul di awal masa kepemimpinan. Belum sempat bekerja, belum sempat menunaikan janji-janji kampanye, justru sudah berantakan. Ibarat pernikahan, belum sempat menikmati bulan madu, sudah bercerai.

Pertanyaannya, inikah manfaat dari pesta demokrasi yang disebut Pilkada? Sebuah pesta yang diselenggarakan dengan pengorbanan besar: tenaga, pikiran, dan anggaran yang tidak sedikit. Jika hasilnya hanya melahirkan “matahari kembar” yang saling bersinar dan membakar, maka betapa malangnya rakyat yang harus menanggung akibatnya.

Mestinya, para pemimpin merasa malu dan segera beristighfar. Sebab, kekuasaan sejatinya adalah amanah, bukan sekadar arena ambisi pribadi.

Salam.
G.710.CM.

Opini : Papih Ruyanto 

Politisi Senior dan Pemerhati Sosial Politik Masyarakat Cilik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!