Indramayu #  Badan Wakaf Indonesia (BWI) Perwakilan Kabupaten Indramayu memfasilitasi mediasi penyelesaian permasalahan tanah wakaf di Dusun Sukra Wetan, Kecamatan Sukra, pada Rabu (29/10/2025).
Mediasi ini dilakukan menyusul adanya perubahan status tanah wakaf dari mushola menjadi masjid tanpa izin tertulis dari keluarga wakif maupun nazhir lama, serta adanya dugaan penunjukan nazhir baru tanpa koordinasi dengan pihak keluarga dan masyarakat sekitar.
Perubahan Tanpa Izin dan Minim Koordinasi
Dalam mediasi yang digelar di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Indramayu, terungkap bahwa perubahan bangunan dari Mushola menjadi Masjid Badrussalam dilakukan oleh pengurus DKM tanpa surat izin resmi dari keluarga wakif maupun dari nazhir lama, yaitu alm. Ustadz Slamet.
Perubahan itu juga dilakukan tanpa koordinasi dengan pengurus Masjid Desa Sukra Wetan sebagai masjid utama di wilayah tersebut, sehingga menimbulkan kebingungan dan perbincangan di kalangan masyarakat.
Selain itu, beberapa warga mengeluhkan penggunaan pengeras suara pada waktu istirahat yang dinilai terlalu keras dan mengganggu kenyamanan lingkungan.
Sementara pihak DKM beralasan bahwa perubahan dilakukan atas dasar musyawarah jamaah, karena kondisi bangunan mushola lama sudah tidak layak dan ada donatur yang siap membantu pembangunan baru agar lebih representatif bagi jamaah.
BWI Tegaskan Pentingnya Kepatuhan Hukum Wakaf
Ketua BWI Kabupaten Indramayu, H. Munawir Amin, M.Pd.I, menegaskan bahwa perubahan status tanah wakaf tidak bisa dilakukan sepihak, terlebih tanpa dasar hukum yang kuat.
“Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dengan tegas menyebutkan bahwa perubahan peruntukkan tanah wakaf hanya dapat dilakukan atas izin tertulis Menteri atas persetujuan BWI. Ini untuk menjaga keabsahan dan kemaslahatan wakaf,” jelasnya.
BWI juga menegaskan, Pasal 40 huruf (a) UU Wakaf melarang penggunaan harta wakaf di luar ikrar wakif, sementara Pasal 44 ayat (1) dan (2) menegaskan bahwa perubahan hanya boleh dilakukan dengan izin resmi dan alasan syar’i atau kemaslahatan umum.
Baca juga : Masjid atau Mushola? Yuk, Pahami Bedanya Biar Ibadah Makin Tahu Maknanya
Sorotan Kesalahan Prosedur Penunjukan Nazhir Baru
Selain permasalahan perubahan bangunan, muncul pula laporan dari masyarakat tentang penunjukan nazhir baru yang diinisiasi oleh Ketua KUA Kecamatan Sukra tanpa koordinasi dengan keluarga wakif, keluarga nazhir lama, maupun tokoh masyarakat setempat.
Tokoh masyarakat Sukra Wetan, menyayangkan langkah tersebut karena dinilai tidak sesuai dengan asas musyawarah dan keterbukaan.
“Kami mendengar sudah ada penunjukan nazhir baru, tapi keluarga wakif dan keluarga almarhum Ustadz Slamet tidak pernah diajak duduk bersama. Bahkan pengurus Masjid Desa Sukra Wetan pun tidak tahu-menahu. Ini jelas perlu diluruskan,” tegasnya.
Ia menambahkan, masyarakat berharap agar proses penunjukan nazhir baru dilakukan secara terbuka, melibatkan semua pihak terkait, dan dikoordinasikan dengan BWI serta Kementerian Agama Kabupaten Indramayu agar tidak menimbulkan kesalahpahaman baru.
BWI Dorong Pembentukan Nazhir Baru Secara Resmi
Menanggapi hal tersebut, BWI Indramayu menegaskan bahwa pembentukan nazhir baru harus dilakukan secara resmi dan terdaftar, dengan berita acara, surat keputusan, dan pelaporan tertulis kepada BWI.
“Nazhir adalah pengelola amanah wakaf, maka pembentukannya tidak boleh sepihak. Harus melibatkan keluarga wakif, tokoh masyarakat, dan diverifikasi oleh BWI,” ujar Miftah, S.H., M.H, dari bidang advokasi BWI Indramayu.
BWI juga meminta PPAIW Kecamatan Sukra untuk membantu administrasi dan memastikan perubahan data wakaf sesuai ketentuan agar kepastian hukum tanah wakaf dapat terjaga.
“Wakaf adalah ibadah jangka panjang. Agar manfaatnya terus mengalir, tata kelolanya juga harus tertib, transparan, dan sesuai syariat,” tutup H. Munawir.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa wakaf bukan sekadar hibah, tetapi amanah yang memiliki nilai hukum dan tanggung jawab sosial.
Masyarakat diimbau untuk selalu berkoordinasi dengan BWI dan Kemenag jika akan melakukan perubahan peruntukkan, pembangunan ulang, atau penunjukan nazhir baru di atas tanah wakaf.





 
							
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 












